Dekadensi Moral, Kini Menjadi Kepribadian Elite Politik

Pendidikan tinggi bukanlah barometer baiknya kualitas moral seseorang dan sudah menjadi rahasia umum, bahwa mereka yang berada di parlemen adalah orang yang berpendidikan tinggi. Seharusnya mereka dapat mengerti akan simbol-simbol jeritan kaum kromo.

Keberkahan ilmu nampaknya telah lenyap, hal ini terbukti dari para politisi yang begitu sembrono menerjemahkan istilah wakil rakyat sebagai orang yang mewakili segala bentuk kebutuhan rakyat, baik kebutuhan primer, sekunder, bahkan tersier. Bukankah seorang sosok yang kuat dan adil, Umar bin Khatthab telah mengingatkan kita semua, bahwa "Akulah seburuk-buruk pemimpin apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan"

Sungguh miris apa yang terlihat di pribadi-pribadi elite politik. Mereka sibuk menuntut hak tetapi lupa akan kewajiban yang perlu mereka penuhi, bahkan ia sibuk lipat sana-lipat sini guna meraup keuntungan materiil. Sementara di luaran sana, orang-orang sibuk merajut asa dan bercucur keringat guna penuhi kebutuhan pokok anak istri.

Deteriorasi mental elite politik adalah gambaran carut-marutnya kehidupan demokrasi di tanah air, sehingga banyak dari mereka yang tidak bisa membedakan antara kompetitor dan predator. Bahkan debat politik di berbagai stasiun televisi dijadikan arena untuk saling menjatuhkan dan menghina satu sama lain. Mereka bertindak seperti orang yang haus akan kekuasaan dan hal ini nampak jelas dari perdebatan kusir tak berakhir.

Semuanya tidak lepas dari adanya agenda besar politik dalam memperebutkan tahta istana yang akan dilangsungkan tahun 2019. Panggung politik, mereka jadikan tempat untuk mencari popularitas yang terselubung dalam penyampaian visi dan misi politik. Bahkan ada sebagian elite yang menjadikan ajang politik praktis ini sebagai sarana untuk mengoyak-ngoyak persatuan NKRI.

Ahmad Rifa'i Yusuf N
Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023