BPJS : Iuran Berubah, Layanan tak digubah.

Senin, (2/9) lalu. Menkeu Sri Mulyani Indrawati kembali membahas dan mengumumkan kenaikan tarif iuaran BPJS Bersama dengan komisi IX dan Komisi XI DPR RI. Menindak lanjuti dari rapat sebelumnya, Sri Mulyani telah mengumumkan kenaikan iuran BPJS sebesar dua kali lipat, artinya, peserta JKN kelas I yang sebelumnya membayar sebesar 80.000 meningkat menjadi 160.00. Sedangkan JKN kelas II menjadi 110.00 dari tarif 51.000. Dan untuk kelas JKN Mandiri III berubah menjadi 42.000 dari 25.000. Hal tersebut dilakukan demi upaya mengatasi defisit yang dialami oleh BPJS Kesehatan sejak 5 tahun lalu.

Upaya yang dilakukan menkeu merupakan cara yang dianggap mampu mengatasi masalah defisit tersebut. Dilihat dari pemerintah yang akan mengeluarkan perpres mengenai hal tersebut. Padahal sebelumnya DSJN sudah mengusulkan bahwan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak lebih dari angaka 100 persen.

Namun perlu diingat. Seharusnya kenaikan iuran ini tidak serta merta dilakukan. Juah sebelum itu, harus ada pengkajian publik yang dilakukan oleh pemerintah maupun BPJS Kesehatan itu sendiri. Selain itu juga harus ada transparansi atau keterbukaan kepada publik tentang apa saja kenaikan tersebut. Dan juga secara logika harus dipikirkan juga apakah daya beli masyarakat terhadap jasa BPKS Kesehatan ini semakin meningkat atau tidak.

Atau bahkan memungkinkan kejadian tahun 2016 kembali terjadi. Dimana keputusan perpres Nomor 19 tahun 2009 menuai banyak protes. Berkaca pada kejaidan itu hendaknya pemerintah ataupun BPJS Kesehatan harus mengkaji soal kenaikan iuran tersebut, seminialnya kepada anggota BPJS Kesehatan mandiri. Yang pada lanjutannya, dalam Peraturan Presiden Nomor 28 tahun 2016 iuran untuk Kelas III mandiri berubah menjadi 25.000.

Selain itu, juga perlu dilakukan perbaikan dan kontrol yang lebih terhadap fasilitas kesehatan (faskes) yang melakukan tindak kecurangan. Perlu juga dilakukan penertiban badan usaha yang melakukan kerja sama dengan badan pemerintah tersebut. Karena kenaikan bisa saja tidak menutupi defisit, karena justru defisit itu dikontribusi juga oleh kegagalan dalam mengendalikan biaya.
 
Oleh karenanya, kenaikan iuran BPJS Kesehatan bukan sesuatu yang bisa dianggap sebagai jalan tengah. Selain memberatkan masyarakat juga kurang adanya transparansi kepada publik atau kurangnya pengkajian kepada khalayak publik terlebih dulu. Selain itu jika sudah dinaikan iuran setidaknya layanan fasilitas kesehatan juga akan membaik dan tidak ada lagi fraud-fraud dalam lembaga-lembaga yang melakukan kerjasama dengan badan pemerintahan tersebut.

Al-lahla Zikri Mufadil
Mahasiswi KPI UIN Sunan Gunung Djati, Bandung
Jl. A. H Nasution, Kel. Panyileukan, Kec. Cibiru. Kota Bandung
082178700296
Said.badiuzzaman@gmail.com


Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023