Basmi Tuntas Koruptor

Oleh: Dini Shaumy

Sejarah mencatat, tahun 2014-2019 tersangka 105 korupsi di Indonesia kalangan petinggi-petinggi negara. Saat ini menjadi buah bibir masyarakat Indonesia. Korupsi sebuah tindakan tidak wajar yang sudah menjadi tradisi besar dan mendarah daging bagi para petinggi-petinggi negara bertujuan untuk mendapatkan keuntungan sepihak demi kepuasan dirinya sendiri. Sebut saja koruptor.

Korupsi bukan termasuk kebutuhan, melainkan keserakahan. Mengapa demikian? Karena, ketidakpuasan terhadap apa yang mereka miliki. Sehingga menyalahgunakan kewenangan serta merampas hak orang lain. Keserakahan itu akan menjadi kebutuhan mendarah daging bagi oknum yang menganggap korupsi itu penting demi kelancaran urusan pribadi atau kelompok. Jika korupsi ditempatkan pada kebutuhan, tentu korupsi bukan hal yang ilegal, tidak akan ada hukum yang melarang tindakan tersebut. Ini yang menjadi kontradiksi antara petinggi negara dengan masyarakat biasa saat ini.

Terkait dengan hukuman di Indonesia, bagi para koruptor masih bisa dikatakan amat ringan, tidak ada efek jera. Bahkan, para koruptor mendapatkan pelayanan yang baik di sel jeruji. Semestinya, kita meniru hukuman yang di berlakukan di Tiongkok. Koruptor dihukum mati. Di Korea Selatan, pejabat yang terbukti melakukan pelanggaran atau korupsi diminta untuk undur diri. Ada pula hukuman yang lebih ekstrem di Korea Utara, negara ini tidak menolerir kejahatan korupsi dengan langsung menghukum mati koruptor.

Tanpa berpikir keras, tanpa berpikir panjang, solusi yang paling jera untuk membasmi tikus-tikus kantor (koruptor) Indonesia adalah dengan cara hukuman mati, itu solusi terbaik. Tuntas.

Dini Shaumy, Mahasiswa KPI UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023