Oleh : Alya Fakhira Wiyandhiza
Kebakaran hutan kini telah menyebar kebeberapa titik di wilayah Indonesia, ada sekitar 264 kilo hektar wilayah yang kini terbakar. Menurut Humas BMKG, dari kondisi cuaca kemungkinan beberapa wilayah ini masih berpotensi terbakar, yaitu wilayah Sumatera, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara , dan Sulawesi. Akibat dari kebakaran hutan ini, sejumlah hewan-hewan yang hidup di hutan mati terbakar, seperti ular raksasa yang di temukan di hutan Kalimantan.
Bahkan asap dari kebakaran hutan tertangkap oleh Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) milik NASA. Terpotret gumpalan asap yang sangat tebal di titik wilayah, dan terlihat kepekatan yang amat sangat di wilayah Kalimantan.
Berdasarkan data, hingga Senin (16/9) Pukul 15:00 WIB kualitas udara di Pekan Baru (Riau) dan Pontianak (Kalbar) termasuk dalam kategori tidak sehat, dengan angka ISPU masing-masing 192 dan 160. Dampak kondisi ini adalah penurunan jarak pandang dan penyebaran debu.
Kebakaran ini, sangat berdampak negatif bagi masyarakat sekitar, asap yang tak kunjung padam, berdampak kepada masyrakat maupun kepada negri tetangga, sejumlah warga bahkan mengeluhkan dengan asap yang makin hari makin pekat membuat masyarakat merasa seperti sedang di kurung di dalam tungku yang berisikan asap yang membuat masyarakat tidak lagi bisa bernafas. Bahkan sejumlah sekolah pun terpaksa diliburkan akibat asap kebakaran ini.
Presiden Jokowi sendiri telah terjun langsung ke kawasan kebakaran untuk memantau langsung keadaan, dan memantau langsung aktivitas petugas yang sedang memadamkan api. Namun, langkah Presiden Jokowi untuk terjun langsung di rasa kurang efektif dan tidak menjadi solusi, dirasa perlu ada pencegahan sebelum terjadinya bencana ini, entah dari merancang UU yang lebih ketat untuk pembakaran hutan, atau pun untuk mengerahkan ribuan petugas untuk mengatasi bencana (jika sudah terjadi).
Tentu kami warga Indonesia menginginkan yang terbaik untuk negri ini, sebagai warga Indonesia juga, kami harus membantu dalam penyelasaian bencana ini, tentunya do'a terbaik selalu tercurahkan untuk negri kita ini.
Penulis, Mahasiswi KPI UIN SGD Bandung
Bahkan asap dari kebakaran hutan tertangkap oleh Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) milik NASA. Terpotret gumpalan asap yang sangat tebal di titik wilayah, dan terlihat kepekatan yang amat sangat di wilayah Kalimantan.
Berdasarkan data, hingga Senin (16/9) Pukul 15:00 WIB kualitas udara di Pekan Baru (Riau) dan Pontianak (Kalbar) termasuk dalam kategori tidak sehat, dengan angka ISPU masing-masing 192 dan 160. Dampak kondisi ini adalah penurunan jarak pandang dan penyebaran debu.
Kebakaran ini, sangat berdampak negatif bagi masyarakat sekitar, asap yang tak kunjung padam, berdampak kepada masyrakat maupun kepada negri tetangga, sejumlah warga bahkan mengeluhkan dengan asap yang makin hari makin pekat membuat masyarakat merasa seperti sedang di kurung di dalam tungku yang berisikan asap yang membuat masyarakat tidak lagi bisa bernafas. Bahkan sejumlah sekolah pun terpaksa diliburkan akibat asap kebakaran ini.
Presiden Jokowi sendiri telah terjun langsung ke kawasan kebakaran untuk memantau langsung keadaan, dan memantau langsung aktivitas petugas yang sedang memadamkan api. Namun, langkah Presiden Jokowi untuk terjun langsung di rasa kurang efektif dan tidak menjadi solusi, dirasa perlu ada pencegahan sebelum terjadinya bencana ini, entah dari merancang UU yang lebih ketat untuk pembakaran hutan, atau pun untuk mengerahkan ribuan petugas untuk mengatasi bencana (jika sudah terjadi).
Tentu kami warga Indonesia menginginkan yang terbaik untuk negri ini, sebagai warga Indonesia juga, kami harus membantu dalam penyelasaian bencana ini, tentunya do'a terbaik selalu tercurahkan untuk negri kita ini.
Penulis, Mahasiswi KPI UIN SGD Bandung
Tidak ada komentar
Posting Komentar
Beri komentar secara sopan