Resensi Buku "sedang Tuhan pun Cemburu"


RESENSI BUKU

1.      Judul Resensi    :

Penulis Resensi : Anisa Priani

2.      Data Buku

Judul            : Sedang Tuhan pun Cemburu

Penulis          : Emha Ainun Nadjib

Penerbit        : PT Bentang Pustaka (didistribusikan oleh Mizan Media Utama)

Cetakan ke   : I, 2018

Tebal            : viii + 392 hlm

ISBN            : 978-602-291-512-6

                 Kecemburuan adalah bagian dari cinta, bagian yang tidak saja penting, tetapi juga mampu memperindah proses cinta. Kecemburuan diperlukan ketika cinta kasih dikukuhkan maupun ketika dipelihara dan ditingkatkan. (Nadjib: 2018:118)

            Begitulah kata Emha Ainun Nadjib dalam Sedang Tuhan pun Cemburu. Sejatinya buku ini merupakan kumpulan artikel-artikel random yang Emha tulis dalam rentang waktu yang cukup lama. Kemudian artikel-artikel tersebut disusun ulang oleh Toto Rahardjo menjadi beberapa sub judul: Trotoar, Halte, Traffic Light, Parkir, Tikungan dan Trayek. Adapun judul buku ini sendiri sebenarnya diambil dari salah satu judul artikel yang tersisip di sub judul Traffic Light, tepatnya halaman 116.

            Emha Ainun Nadjib yang merupakan seorang cendekiawan sekaligus budayawan ini sangat pandai dalam menggagas dan menorehkan kata-kata. Tulisan-tulisannya sudah banyak dimuat dan menghiasi berbagi media cetak terkemuka yang ada di negeri ini.

            Dalam bukunya kali ini yang berjudul "Sedang Tuhann pun Cemburu", Emha Ainun Nadjib cukup membuat kecewa beberapa pihak yang ingin mendapatkan penjelasan mengenai serbaneka kecemburuan atau berbagai hal yang berkaitan dengan kecemburuan Tuhan.

            Akan tetapi isi dari buku itu mampu membungkam kekecewaan tersebut bahkan ketika baru membaca bagian kata pengantar Emha Ainun Nadjib yang terpampang di bagian awal serta daftar isinya. Jika dilihat sekilas saja, artikel-artikel random yang dibukukan ini akan terasa sangat menggairahkan dan mampu menarik rasa penasaran dari pembaca melalui renungan, rasionalitas dan sesekali disuguhi guyonan khasnya.

            Buku ini dibuka oleh sub judul Trotoar  yang terdiri dari 12 artikel yang isi keseluruhannya bercerita mengenai kemunculan diri dan bagaimana cara kita mempelajari orang-orang disekitar dalam memunculkan eksistensinya sendiri. Rangkaian artikel random tersebut bercerita mengenai kelakuan bangsa di negeri ini yang lebih senang dengan hal-hal bersifat protokoler dan formal dengan mengesampingkan peningkatan kualitas diri. Kita lebih senang memikirkan bagaimana pandangan orang terhadap kita dibandingkan memikirkan bagaimana agar Tuhan memandang senang kepada kita.

            Kemudian, artikel yang kemudian menjadi kepala judul dari buku Sedang Tuhan pun Cemburu ini tersisip dalam sub judul Traffic Light. Melalui artikel ini, Emha Ainun Nadjib menyampaikan kegelisahannya mengenai orang-orang yang seringkali sembrono dalam menunjukkan cinta dengan disertai berbagai macam alasan, utamanya alasan ekonomi. Sehingga kemudian di negeri ini semakin maraknya pengobralan cinta dan harga diri dengan alasan desakan ekonomi.

            Dalam bukunya, Emha Ainun Nadjib juga menyinggung masalah minim dan sangat diperlukannya pendidikan pranikah agar dapat memanusiakan manusia di negeri ini. Di sisi lain, fakta bahwa semakin merosotnya nilai moral dan etika yang ada di negeri ini tidak dapat dipungkiri. Orang-orang yang disebut sebagai makhluk intelek yang pada mulanya diharapkan mampu membantu kemerosotan yang tengah terjadi di tengah balada negeri ini, justru malah sebaliknya merasa acuh terhadap keadaan sekitar dan fokus untuk meningkatkan sumber daya kantong pribadi.

            Dalam bukunya, Emha Ainun Nadjib juga berkisah tentang peran dan fungsi ulama dalam mendidik umat di negeri ini. Akan tetapi ulama yang memainkan lakonnya dengan baik hanya ada sebagian kecil saja, kebanyakan dari mereka itu lebih banyak melakoni diri sebagai penghibur yang memamerkan ayat qur'an, bahkan mereka juga seringkali menyampaikan materi yang tidak utuh dan dirasa kurang relevan dengan keadaan sebenarnya.

            Sisi lain dari buku ini, isinya juga memuat pengalaman Emha Ainun Nadjib itu sendiri ketika beliau melancong ke sejumlah negara saat beliau terlibat dalam kepentingan suatu Festival Sastra. Dalam ulasannya, Emha Ainun Nadjib menggambarkan dirinya sebagai orang yang luwes dalam berinteraksi bukan hanya dengan orang-orang di negerinya sendiri akan tetapi juga mancanegara. Ia juga mampu memposisikan diri sebagai orang yang cerdas dan percaya diri melalui argumen dan guyonannya yang disampaikan dengan santai akan tetapi berisi.

            Lantas bagian penutup dari buku ini lebih banyak menceritakan tentang kebudayaan dan bagaimana posisi Emha Ainun Nadjib itu sendiri yang merupakan seorang budayawan. Selain itu, didalamnya juga terdapat cerita mengenai keterkaitan budaya dengan akhlak. Kemudian sebagai pamungkas, Emha Ainun Nadjib menyajikan bacaan yang menenangkan dan mampu membuat kita berpikir atas segala kebenaran khususnya orang-orang kecil dengan kepala dingin bukan melalui perseteruan panas.

           

 

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023