Korupsi Yang Membudaya serta Penanganannya

Ketika berbicara korupsi, ada satu pertanyaan yang muncul dalam benak saya "Kenapa dengan negeri ini?". Mengapa praktik korupsi layaknya sebuah fase yang tak bisa dihentikan? Berulang kali pemberitaan di media lagi-lagi tentang pejabat yang tertangkap karena kasus korupsi. Bukankah semua politisi dan birokrat telah berikrar untuk tidak melakukan korupsi? Bukankah sejumlah peraturan perundang-undangan telah dibuat untuk mencegah praktik korupsi? Bahkan beberapa elemen bangsa seperti Ormas-Ormas pun telah menyuarakan anti korupsi. Lantas mengapa praktik haram itu masih saja terjadi di negeri ini?

Banyak sekali faktor yang memengaruhi praktik korupsi, mulai dari rendahnya penghasilan yang diperoleh jika dibandingkan dengan kebutuhan hidup yang menghasilkan gaya hidup yang konsumtif, budaya memberi tips atau uang pelicin, budaya malu yang rendah bahkan para koruptor masih bisa tersenyum di depan kamera ketika mereka ditangkap, sanksi hukum yang lemah sehingga tidak menimbulkan efek jera justru hanya pada material saja, penerapan hukum yang tidak konsistem dari institusi penegak hukum, dan kurangnya penegakan hukum.

Tanpa kita sadari, praktik korupsi ini telah menjadi budaya karena sedari kecil kita sudah berkenalan dengan praktik ini, contoh sederhananya ketika kita menemukan pulpen yang tertinggal dikelas jikalau dirasa aman dan tidak ada yang curiga kita mengambil pulpen itu dan praktik seperti itu memengaruhi otak kita ketika beranjak dewasa. Dari hal yang sederhana bisa jadi mengakar ke hal yang lebih besar seperti korupsi. Lantas penanaman karakter sejak dini mengenai kampanye anti korupsi ini harus dilakukan, penanaman nilai-nilai agama dan kemanusiaan diharapkan mampu mengatasi masalah korupsi. 

Tapi, tidak bisa hanya mengandalkan satu sisi saja, di lain pihak penerapan hukuman yang berat bagi para pelaku korupsi harus dilakukan. Kalau para koruptor tidak mendapat hukuman yang berat, atau para koruptor itu bisa menentukan kebenaran, maka akan muncul kehancuran. Praktik korupsi tidak hanya merugikan negara tapi juga bisa menghancurkan negara. Oleh karena itu, pelaku koruptor yang benar-benar merusak negara bisa dipertimbangkan hukuman mati, seperti halnya hukuman mati pada tindak pidana narkoba dan terorisme. Beberapa negara maju memberlakukan hukuman yang sangat berat seperti halnya hukuman mati untuk memberikan efek jera agar tidak ada lagi praktik korupsi. Tentu tidak salah jika kita mengadopsi hukum di negara orang jika itu juga baik untuk negara kita. Yang jadi pertanyaan, Beranikah Negara kita melakukan itu jika buktinya para mantan koruptor saja masih bisa melenggang kembali di pentas pemilihan umum?

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023