Islam adalah Agama Damai

Judul : Islam Mengasihi Bukan Membenci

Penulis : Nurul H. Maarif

Penerbit : Mizan

Cetakan : Agustus 2017

Tebal : 248 halaman

ISBN : 978-602-441-033-9

Buku ini mengisahkan interaksi Rasulullah dengan nonmuslim. Menurut Nurul H. Maarif, penulis buku ini, banyak umat Islam yang tidak tahu bagaimana sesungguhnya sikap Rasulullah terhadap nonmuslim selama 23 tahun berdakwah. Ketidaktahuan ini mengakibatkan mereka gamang berhadapan dengan orang yang tidak seakidah.

Tidak jarang antipati dan menyesatkan. Pesan dasar buku ini adalah perbedaan keyakinan bukan penghalang untuk melakukan interaksi sosial secara harmonis. Pengikat kerukunan tidak hanya kesamaan akidah, namun juga nilai keadilan dan kasih sayang yang sifatnya lebih universal.

Rasulullah ketika mendapat intimidasi dari penentangnya di Mekah segera menyuruh umatnya untuk hijrah ke Habasyah, negara Nasrani yang dipimpin Nejus. Pertimbangan Rasulullah adalah keadilan Raja Nejus.

"Apa pun latar belakang agamanya, jika ia menerapkan keadilan bagi seluruh lapisan penduduknya, maka kesejahteraan dan keamanan akan tercukupi dengan baik, "  (halaman 53).

Sensitifitas perbedaan agama dalam kehidupan Nabi tidak pernah ada. Sekian banyak tokoh nonmuslim bertandang ke rumah Rasulullah untuk melakukan dialog sehingga menumbuhkan ikatan sosial yang kuat.

Misalnya, larangan mencela sesembahan agama lain diputuskan Rasulullah -sebagaimana termaktub dalam surat al-An'am ayat 108 – setelah tokoh-tokoh nonmuslim berdialog dengan Rasulullah tentang fenomena tersebut. Sejak itu umat Islam diharamkan mencerca sesembahan agama lain – apa pun alasannya-karena itu sangat menyinggung perasaan dan rawan menyalakan permusuhan (halaman 89).

Rasulullah bahkan membiarkan 60 orang Nasrani dari Najran ketika mereka melakukan kebaktian di Masjid Nabawi. Para sahabat ingin melarang, tapi Rasulullah meminta agar membiarkan mereka menyelesaikan ibadah. "Kerasulan dan kerahmatan Muhammad melarang untuk menghalang-halangi umat lain yang hendak menunaikan ibadahnya," ujar Rasulullah (halaman 64).

Rasulullah juga mempercayakan perjalanan hijrahnya yang sangat rahasia kepada Uraiqit, pemuda pagan karena dia profesional memilih rute jalan yang cepat dan tepat.

Rasulullah juga melakukan dagang dengan orang Yahudi. Dalam interaksi sosial sehari-hari, Rasulullah tidak pernah membedakan antara muslim dengan nonmuslim.


Lalu bagaimana dengan klaim bahwa Islam adalah sumber teroris? Sekali lagi inilah fenomena logika terbalik yang terjadi di kalangan masyarakat kita. Banyak orang memaknai secara dangkal ghiroh dan esensi perjuangan Islam, sehingga kerap terbawa pada jebakan nafsu yang justru melenceng dari ajaran Islam itu sendiri. mereka yang terlibat dalam aksi teror bisa dikatakan bukanlah orang Islam, namun orang yang picik memaknai Islam. Karena Islam tidak pernah membenarkan tindakan kekerasan atas nama apa pun.

Buku ini menjelaskan tentang fenomena pembajakan ayat oleh sebagian kaum muslimin yang menjadikan ajaran Islam sumbu permusuhan. Tidak hanya dengan mereka yang beda agama, namun kepada sesama umat Islam yang berbeda politik, organisasi dan aliran fikih. "Seperti dinyatakan Farid Esack, agama dan kitab suci memang selalu menjadi wilayah perebutan untuk kepentingan-kepentingan pragmatis, hajat sesaat, termasuk di dalamnya kepentingan politik dan kekuasaan," tulis Nurul H. Maarif (halaman 161).

Puluhan abad silam, Rasulullah Saw mengisyaratkan, umat Islam akan terpecah menjadi puluhan golongan (firqah). Ada yang menampilkan wajah santun, ramah, terbuka, humanis, seram, galak, bahkan mengerikan.

Kembali pada al-Qur'an dan Hadis, semestinya umat Islam memilih wajah agama yang ramah dan bukan yang marah. Sampaikanlah nilai-nilai Islam dengan tuturan yang sopan, tindakan yang santun dan perangai yang luhur! Tak perlu ada kemarahan, apalagi intimidasi, jika ajakan itu diabaikan.

Sejarah Nabi Muhammad adalah jalan lain yang lebih pas untuk melihat bagaimana idealnya berinteraksi dengan perbedaan ketika interpretasi kitab suci yang cenderung ditafsiri karena beragam kepentingan. Buku ini penting dibaca sebagai pijakan historis toleransi Islam seperti yang dicontohkan Rasulullah dalam kehidupan Mekah dan Madinah yang plural.

Oleh: Aufia Muslimatun Nisa, KPI/3A

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023