Essay "Hilangnya Nilai Moderasi dalam Jiwa Seorang Muslim"

Hilangnya Nilai Moderasi dalam Jiwa Seorang Muslim

Karya: Amal

"Islam", sudah tidak asing lagi di telinga kita saat terdengar kata tersebut. Islam merupakan satu-satunya agama yang rasional, karena Islam memiliki kitab terlengkap, yaitu al-qur'an. Di dalam Islam terdapat semua penjelasan mengenai banyak hal, mulai dari hal yang sudah terjadi, sampai hal yang belum terjadi. Tidak hanya itu saja, Islam pun banyak menjelaskan mengenai hal-hal tentang keilmuan, bahkan para ilmuan non-muslim pun terkejut mengenai semua penjelasan sains yang terdapat dalam Islam, hingga tidak sedikit menjadikan mereka seorang mualaf.

Di Indonesia, Islam merupakan agama mayoritas. Sudah dapat dipastikan melalui survei yang telah dilakukan pada tahun 2010 bahwa 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia merupakan pemeluk agama Islam.
Sayangnya, banyak sekali orang yang "Islam KTP", istilah ini dimaksudkan untuk orang-orang yang di KTPnya (Kartu Tanda Penduduk) tercantum beragama Islam, tetapi ia tidak menjalankan syari'at-syari'at Islam yang telah ditetapkan dalam al-qur'an. Masih banyak perempuan muslim yang tidak memakai jilbab hanya karena ingin terlihat keindahan rambutnya. Masih banyak pria yang tidak menginjakkan kakinya di masjid untuk mengikuti salat berjama'ah subuh. Masih banyak orang yang mempraktikan riba, korupsi, mencuri, mengadu domba, dan hal buruk lainnya yang tidak sepantasnya seorang muslim berprilaku seperti itu.

Dilihat dari hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang berlaku seperti itu karena mereka sudah terlena dengan urusan dunia, mereka tidak mengingat akhirat. Khilaf memang pasti, tetapi jika seseorang berlaku buruk, setidaknya ia memikirkan terlebih dahulu efek samping dari perlakuannya itu. Tetapi pemikiran itu sayangnya tidak berlaku bagi orang-orang yang sudah cinta dunia alias "hubbuddunnya".

Di sisi lain, ada orang-orang yang terlalu fanatik dalam hal agama. Hal ini tidak salah, tetapi jika ia sudah fanatik berlebihan, beribadah 24 jam terus menerus tanpa melakukan aktifitas yang lain seperti bekerja, bersosialisasi dengan tetangga, dan urusan duniawi lainnya, hal ini tidak dapat dibenarkan juga. Karena pada saat kita tidak bekerja, kita tidak akan mendapatkan uang, saat tidak ada uang, kita tidak bisa membiayai hidup, dan kita tidak bisa mengisi tenaga kita untuk beribadah terhadap Allah. Selain itu, jika kita terus-terusan berada di rumah untuk beribadah kepada Allah, kita tidak akan bersosialisi dengan orang di sekitar kita, yaitu tetangga. Hal itu bukan merupakan suatu hal yang baik. Karena jika kita suatu saat nanti meninggal, bisa jadi tetangga tidak akan peduli terhadap kita. Bisa jadi mereka tidak menguburkan, memandikan, bahkan melayat jenazah kita pun enggan. Maka dari itu, bersosialisasi terhadap tetangga merupakan suatu keharusan bagi setaip muslim. Selain itu, jika terlalu fokus dalam urusan akhirat, umat seorang muslim akan menjadi kaku dan tertinggal dalam dunia yang dipenuhi dengan kemajuan ini, seperti dalam hal teknologi, keilmuan, perdagangan, dan lainnya.
Jika kita lihat kembali pada sejarah bagaimana keadaan orang-orang pada zaman rasulullah, mereka sangat berimbang sekali dalam semua urusan dunia dan akhirat. Mereka sangat rajin beribadah, tetapi mereka masih mengerjakan urusan dunia seperti berdagang untuk mencari nafkah, berkumpul untuk membahas sesuatu yang dirasa penting untuk kepentingan bersama, dan menyapa tetangga sesekali untuk menjaga tali silaturahmi.

Sebagai umat muslim, kita seharusnya mengikuti hal yang sudah ditetapkan dalam syari'at islam. Segala sesuatu tidak boleh dilakukan secara berlebihan, karena segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik.

Dan juga kita harus melakukan sesuatu secara seimbang, agar kebutuhan kita secara duniawi dan bekal kita diakhirat nanti tercukupi.
Sebenarnya, islam menganjurkan kita untuk meraih materi duniawi tetapi dengan orientasi ilahi, islam tidak melarang sama sekali manusia untuk memenuhi kebutuhan fisiknya seperti makan, minum, dan lainnya. Tetapi dalam menjalankannya diharapkan ditata dengan cara spiritual.
Keseimbangan antara duniawi dan ukhrawi juga sangat dibutuhkan untuk membuat kemajuan dalam peradaban islam seperti dahulu kala. Yakni dengan cara mewujudkan kebaikan di dunia dan di akhirat secara berdampingan.

Maka dari itu, nilai moderasi dalam jiwa seorang muslim harus tertanam sejak dini. Jika tidak, ia akan lebih condong terhadap satu sisi yang pada akhirnya menyebabkan kerugian bagi dirinya di akhir nanti. Tetapi jika ia sudah terlanjur condong, maka ia bisa merubahnya dari sekarang. Berubah itu memang sulit, tetapi jika dengan niat dan usaha, seseorang akan bisa mencapai hal tersebut.

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023