Adab dan Ilmu, Dua Hal yang Penuh Makna

Muncul rindu, diantara aroma lembaran- lembaran Al-Qur'an yang sudah lapuk. Alunan Solawat menghiasi langit-langit masjid. Suara riang anak kecil menemani senja kala itu.

Buku Iqro disusun rapi sang ibu dalam tas. Tak lupa satu per satu rumah teman didatangi. Gemuruh kaki kecil yang berlarian menuju masjid. Mengingatkan kita pada masa ...
... Masa baru mengenal huruf hijaiyah.

Tak perlu jauh mencari celah untuk bernostalgia dengan melihat masa lalu orang lain, cukup rasakan dalam diri sendiri yang juga pernah dialami. Banyak kenangan hangat yang tak bisa diulang lagi. Pada masa-masa itu, anak kecil sangat bersemangat sekali untuk mempelajari ilmu. Mengaji. Disamping fungsi madrasah sebagai tempat bertemu dengan teman-teman sepermainannya.

Saya tahu?. Tentu saja. Karena saya pun  pernah merasakan. Menjadi anak kecil yang senang mengaji, walau dipenuhi rasa takut ketika tidak bisa menjawab kala guru bertanya. Memberanikan diri dengan bermodalkan niat ingin pandai. Walau terkadang guru yang mengajar tak lagi ramah. Karena tahu, semakin tinggi tingkatan - semakin jauh dari dimanja.

Sebenarnya, masa-masa itu merupakan masa-masa dimana kemampuan seseorang mulai di didik. Dilandasi dengan akhlak dan moral yang baik, serta mencontohkan adab yang benar. Karena saat itu otak anak lebih banyak merekam apa yang dilihatnya. Maka dengan berperilaku yang baik dihadapannya, itu dapat menjadi bekal moral untuk mereka di kemudian hari.

Tahun 2005-2012, saya melihat betapa hormatnya anak-anak yang belajar saat itu. Di sekolah agama maupun di sekolah formal, anak-anak sangat menghormati gurunya. Adab dan sopan santun telah ditanamkan sejak dini. Sehingga saat mereka tumbuh besar, mereka telah dibekali dengan akhlak yang baik pula.

Menghormati guru dapat mempermudah mendapatkan ilmu. Bersikap baik serta patuh pada guru adalah point utama mendapat keberkahan dari ilmu. Sejak kecil kita sudah diajarkan tata krama yang sopan kepada siapapun. Hal-hal yang kecil seperti memberi salam pada guru, mengucapkan permisi pada sekumpulan orang-orang, tidak membuat gaduh, mengucapkan terimakasih, berani meminta maaf saat salah, selalu tersenyum, dan hal-hal kecil lainnya yang dapat membuat orang merasa dihargai. Semua itu akan  melekat dalam diri dan terbawa di kehidupan yang akan datang.

Namun,beda hal nya dengan anak-anak zaman sekarang.  Hal-hal kecil yang berharga itu sekarang sudah diremehkan. Tidak lagi diajarkan dan tidak lagi melekat pada anak-anak zaman milenial saat ini. Mungkin juga karena pengaruh lingkungan gadget dan tontonan yang kurang mendidik.  

Kini, anak-anak kecil mulai malu untuk mengaji. Tidak ada suara riangnya lagi. Apalagi gemuruh kaki yang berlarian di sore hari. Sudah jarang sekali. Bermain di tanah lapang pun sudah dianggap kuno. Dan semakin tinggi tingkatan belajar – semakin malas, semakin banyak alasan untuk tidak menambah ilmu agama.

Tontonan yang tidak berfaedah. Membuat pikiran anak-anak tercuci. Seakan-akan apa yang dilihatnya itu benar. Dan dijadikan contoh dalam kesehariannya. Berbahaya,  jika yang dilakukannya adalah hal yang dapat merusak moral.

Anak-anak zaman sekarang sudah banyak yang berani. Bukan berani minta maaf saat ia salah, namun berani melawan gurunya walau ia yang salah. Seakan-akan tata krama sudah tak berlaku. Norma-norma sudah tak diingat. Sampai berani membentak guru bahkan orang yang lebih tua dari dirinya. Tidak ada lagi rasa hormat. Adab kepada guru pun telah hilang.

Padahal, adab kepada guru itu sangat penting untuk menghadirkan keberkahan sebuah ilmu. Karena keberkahan ilmu akan menjadikan seseorang mulia kedudukannya. Mulianya seseorang ketika ia menuntut ilmu saat itu  maupun di kemudian hari.

Dengan ilmu, seseorang akan mulia. Dengan ilmu pula, peradaban akan maju. Negeri yang besar adalah negeri yang memuliakan para ahli ilmu. Ketika ilmu diremehkan, tidak ada lagi yang berharga yang dapat melindungi dirinya. Mudah dibodohi, bahkan harga dirinya akan rendah.
Hina. Bahkan bersikap semena-mena. Banyaknya kasus yang bersikap kurang ajar kepada guru, sungguh membuat hati perih. Pilu. Mirisnya akhlak yang terbentuk dari generasi ini.

Tuntunan zaman yang serba modern membuat generasi tambah kacau. Orang tua sibuk dengan gadget nya sehingga lupa mendidik anaknya. Pelajar yang mulai malas karena dimanja alat yang berkelas.

Padahal, tidak semua selalu berdampak negatif. Ada saatnya yang serba modern ini di gunakan untuk  mengubah dunia. Tentunya dari hal yang kecil. Mulai dari diri sendiri misalnya.

Dengan teknologi yang semakin canggih, ilmu yang didapatkan semakin mudah. Hanya dengan sekali klik semua informasi berhasil didapatkan. Beruntung sekali orang yang hidup di era yang serba canggih ini.

Jangan jadikan zaman ini menjadi zaman yang sudah tidak memanusiakan manusia. Apalagi yang memanusiakan gadget. Jangan jadi insan yang tergerus oleh zaman. Tapi, zamanlah yang seharusnya kita gerus supaya tetap baik.

Tetaplah berhati lapang. Berkedudukan tinggi namun tetap rendah hati. Jangan merendahkan orang lain. Apalagi hanya menilai dari luar tanpa merasakan dari dalam.

Ada baiknya, selalu haus akan ilmu yang belum dipelajari di zaman yang semakin tua ini. Tidak buta teknologi dan tetap bersemangat memberi motivasi.

Pepatah mengatakan "Tuntutlah ilmu mulai dari buaian sampai ke liang lahat". Wajibnya seseorang untuk menuntut ilmu di sepanjang hidupnya, menjadikan bagian dari tanda yang perlu diperhatikan. Sebuah tanda yang menjelaskan bahwa kemajuan dari peradaban itu dimulai dari diri sendiri. Ya. Dari orang yang senang dalam menuntut ilmu.



Nama : Aprilia Nur Islami KPI/3A
NIM : 1174020022

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023