Selesaikan Karut-Marut KTP-E, Peran Sentral Pemerintah Sangat Dibutuhkan

Oleh: Abiyyu Ghulman Gunawan (1164020002)
   

Hadirnya regulasi baru dalam pembaruan sistem  basis data penduduk melalui pembuatan KTP-E, menjadi keuntungan dan tantangan. Dari sisi keuntungan, penyertaan teknologi untuk mengolah data kependudukan menjadikan sistem lebih efektif, dan menandakan ciri masyarakat modern. Namun tantangannya  terletak pada pelaksanaan yang membutuhkan perencanaan matang, kesiapan sistem dan sosialisasi secara masif di masyarakat, agar tidak terjadi kekeliruan yang menyebabkan program ini mengalami anti-klimaks.

 Program pembaruan basis data ini adalah langkah awal penerapan SIN (Single Identify Number) atau satu manusia satu identitas. Pemberlakuan KTP-E diharapkan bisa menertibkan administrasi kependudukan, misalnya mencegah KTP ganda dan pemalsuan KTP, agar tercipta keakuratan data penduduk untuk mendukung program pembangunan.
 Program yang dicanangkan Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri)  pada tahun 2011 ini bukan tanpa masalah.  Anggaran proyek yang begitu besar, sistem pelayanan yang dirasa baru di mata masyarakat,   membuat segelintir orang mencium adanya ladang keuntungan. Karut marut program KTP-E tercermin dalam persoalan pencairan anggaran, kesiapan sistem,kualitas KTP tidak semestinya, pungutan liar, bahkan yang paling santer dibicarakan adalah kasus korupsi yang melibatkan kalangan-kalangan elite ternama.

Realita yang begitu nampak dari persoalan karut marutnya program KTP-E adalah mencuatnya kasus korupsi anggaran, dimana pesohor-pesohor negeri ini terlibat. Permainan anggaran ini menyebabkan kualitas KTP jauh dari ekspektasi. Keluhan masyarakat lebih ditkankan pada kualtas  terutama permukaan KTP , dimana lapisan plastik yang melapisi KTP mudah terkelupas, dan inilah yang banyak dikeluhkan.  Ironis sekali, identitas yang berlaku seumur hidup tidak ditunjang oleh kualitas yang memadai.

 Persoalan teknis pelayanan juga tidak lepas dari sorotan, terutama masalah pungutan liar. Seolah telah menjadi budaya yang mengakar di masyarakat, pungutan liar dalam penggunaan jasa publik, utamanya pembuatan KTP-E masih saja terjadi di beberapa daerah.  Banyak sekali masyarakat menggelontorkan tidak sedikit uang agar diprioritaskan dalam pembuatan KTP-E, dan tujuan utamanya supaya prosesnya menjadi lebih singkat. Di satu sisi kecendrungan masyarakat melakukan pungli merupakan budaya buruk, namun di sisi lain kecendrungan ini adalah refleksi dari ketakutan masyarakat akan pelayanan pemerintah yang cenderung lamban dalam memproses KTP-E. Inilah bukti nyata dari tidak siapnya sistem dalam merealisasikan program yang konon anggarannya selangit.

Perumpamaan Nasi sudah menjadi bubur dirasa pas untuk menggambarkan karut-marut persoalan ini, tinggal menambahkan pelengkap agar bubur itu enak dinikmati. Tanggung jawab dan peran sentral pemerintah dalam menyelesaikan persoalan dirasa cocok sebagai pelengkap, agar semua menjadi lebih baik.

Peran sentral pemerintah dapat direalisasikan melalui kebijakan baru, perbaikan sistem, serta  sikap tegas pemerintah terhadap pelaku yang membuat persoalan ini semakin kacau sangat diperlukan. Kasus korupsi yang menjadi inti masalah diharapkan segera diselesaikan. Tidak lupa,perbaikan sistem pelayanan dengan menindak tegas pelaku pungli, agar ketertiban dalam pelayanan pembuatan KTP-E berjalan semestinya. Hukum positif perihal pungli harus segera disosialisasikan kembali, agar tercipta masyarakat teratur.

Pemerintah sebagai sumber awal hadirnya kebijakan, harus memerankan peran sentralnya dalam menindak tegas, merevisi, dan memperbaiki jika terjadi ketidak sesuaian dengan rencana awal yang semuanya dirasa ideal. Proyek KTP-E ibarat oase di padang pasir, di satu sisi pemerintah  ingin memuaskan dahaga masyarakat perihal suksesnya program pembangunan melalui penertiban basis data penduduk, namun di sisi lain banyak segelintir orang yang haus akan keuntungan dan menjadikan proyek KTP-E sebagai pemuas dahaga mereka.

Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN SGD Bandung (Tulisan in pernah dimuat di Media Indonesia )


Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023