Ustadz Koswara: Setuju Kata Pribumi Berdasarkan Hukum Syari'at


Dakwahpos.com, Bandung- Kasus pidato Gubernur DKI Jakarta yang menggunakan kata 'pribumi' setelah pelantikan menimbulkan perdebatan ramai. Kasus seperti ini menjadi sorotan publik dan beberapa pengguna sosial media salah paham dalam mengartikan kata tersebut. Menurut Koswara, ketika Anies baswedan berpidato harus dilihat terlebih dahulu apakah beliau  melihat teks atau tidak? Apabila beliau melihat teks, maka terjadi kekeliruan atau kurang teliti tentang sejarah ketika membicarakan kembali 'pribumi' yang sebenarnya sudah dituliskan di dalam UU No. 40 Th. 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis telah meniadakan istilah pribumi/China yang ada di WNI. Tetapi jika beliau tidak menggunakan teks, harap memaklumi karena mungkin beliau lupa dan seadanya ketik mengucapkan sesuatu.

"Saya akan setuju ketika berpidato tidak melanggar empat hukum, yaitu  tidak melanggar hukum agama (Islam), hukum akal (kebenaran umum), hukum adat (kebiasaan di Jakarta), hukum negara. Berpendapat setuju atau tidak setujunya berdasarkan salah satu hukum tersebut. Jadi komprehensif dan bijak jika berpikir seperti itu." Ujar Koswara, Sabtu (21/10/2017).

Jika membahas kata pribumi, timbul pertanyaan apakah umat Islam itu pribumi atau bukan? Dan apabila ada orang non-muslim lalu berpindah agama menjadi muslim (mu'alaf) apakah mereka pribumi atau non-pribumi? Menurut Koswara, Berdasarkan hukum adat dan hukum akal yang dimaksud dengan pribumi adalah lahir disitu bahkan orang tuanya juga asli orang situ. Itu tidak bisa ditolak. Dari penjelasan itu, umat islam yang memeluk agama Islam sejak lahir disebut pribumi dan mu'alaf termasuk non-pribumi. Tetapi, berdasarkan syari'at mu'alaf bisa saja dikategorikan pribumi. Jika sudah dianggap akrab, sudah terbiasa di ke-islamannya. Saya setuju pada pidato tersebut menurut hukum syari'at dan tidak setuju berdasarkan hukum akal dan adat.

Reporter: Fitria Naziatullail KPI/3B

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023