Gladiator Masa Kini


Oleh : Lely Nurfaidah

Kekerasan antar pelajar semakin marak muncul ke permukaan. Yang lebih mengerikan lagi kekerasan tersebut dilakukan secara turun temurun. Ada anggapan bahwa hal tersebut merupakan bukti Kekuatan suatu kelompok, yang nantinya akan diakui oleh kelompok lainnya dan ada juga yang beranggapan bahwa "tradisi" tersebut dilakukan dalam motif balas dendam karena mereka pun dulu pernah merasakan hal seperti itu. Seperti kasus Duel Gladiator yang menewaskan Hilarius Christian Event Raharjo seorang siswa SMA di Bogor. Duel satu lawan satu yang dilakukan Hilarus berujung maut ketika Hilarius dihajar habis-habisan lawannya dalam tradisi "Bom-boman". Sangat disayangkan, duel gladiator tersebut disaksikan oleh siswa lainnya. Padahal adegan kekerasan tersebut bisa membuat seseorang trauma dan bisa juga membuat seseorang melakukan hal serupa dilain kesempatan. Bukannya melerai tradisi Bom-boman tersebut, mereka malah ikut menonton.

Dalam hal seperti ini peran para pendidik,orang tua serta pemerintah dipertanyakan. Bila diingat lagi Indonesia sekarang sedang mengalami "Krisis Moral". Lihat saja orang-orang sudah tidak malu apalagi takut  mempertontonkan adegan kekerasan. Bahkan seorang siswa yang diajarkan oleh sekolahnya tentang etika bisa melakukan hal yang tidak patut untuk ditiru. Entah siapa yang salah dan yang harus membenahi diri dalam masalah ini. Karena kasus Gladiator seperti ini bukan sekali duakali, banyak sekolah yang siswanya melakukan hal serupa namun tak sampai muncul kepermukaan seperti kasus ini. 

Rasa cinta kasih sepertinya sudah hilang dalam diri masing-masing individu. Bayangkan saja, apabila rasa saling menyayangi antar manusia sudah melekat kuat, akan sangat dipastikan kejadian maut seperti ini bisa diminimalisir. Adanya rasa "Takut Dosa" pun sepertinya sudah hilang. Karena konsekuensi dari menghilangkan nyawa orang lain itu akan mendapat ganjaran di akhirat nanti. Belum lagi konsekuensi yang harus ditanggung ketika berhadapan dengan aparat. 

Sebetulnya hal-hal kekerasan seperti ini dapat dimimalisir dari dalam diri sendiri dengan menanamkan sikap "Care" kepada sesama teman. Sikap ini membawa dampak positif ketika seseorang merasa temannya dianiyaya maka hati akan tergugah untuk menolong, belum lagi kita tidak akan berani memukul sesama teman karena ia merupakan teman kita yang tak boleh disakiti.

Sekolah pun berperan sangat penting dalam hal meminimalisir kekerasan, bukan hanya memberi nilai "A" atau "B" pada pencapaian sikap siswa karena yang dibawa dalam kehidupan masyarakat bukanlah nilai huruf tersebut melaikan etika dan moral yang tertanam dalam siswa. Sekolah pun harus lebih aktif dalam mengawasi kegiatan intra dan ekstra para siswa agar tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan. Karena bagaimanapun bila seorang siswa yang terlibat dalam perkelahian atau kekerasan, sekolah juga yang akan mendapat imbasnya.

Tak berhenti sampai disitu, peran media dalam menayangkan film,atau adegan yang sedikit berbau kekerasan sebaiknya dikurangi, karena kebanyakan dari mereka melihat cara berkelai itu dari sinetron,pertandingan gulat serta film-film yang berunsur kekerasan. Karena semakin kesini adegan kekerasan mulai tidak tersensor lagi, jadi tiak menutup kemungkinan bahwa mereka meniru adegan tersebut.

Yang terpenting adalah peran keluarga sebagai agen sosial primer dimana keluarga sebagai tempat untuk melakukan sosialisasi pertama dimana sebagai seorang anak mendapat norma-norma yang akan ia gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Tak lupa perhatian kepadasang anak merupakan kunci utama untuk menanamkan kasih sayang dan peduli antar sesama manusia. 

Mahasiswa KPI UIN SGD

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023