Cerpen: Tak Pernah Terasa Sepi




Aku, seorang perempuan yang selalu membayangkan menjadi princess Cinderella versi muslimah. Memimpikan seorang pangeran datang menemuiku dan membawaku ke Istana. Kemudian mengenakan gaun cantik dan sepatu kaca yang indah.

 "Hani! Hani!" suara itu membangunkan lamunanku. Ternyata itu suara ibuku, lagi-lagi ibu yang membuyarkan khayalanku.

"Ya, bu. Ada apa?" aku berteriak dan membuka pintu kamarku.

"Hani, bukankah sekarang ada jadwal liputan masjid?"

"Astagfirullah bu, aku lupa. Aku akan mandi sekarang".

Namun tampaknya di luar hujan, tapi bagaimanapun aku harus pergi liputan, ini tugasku sebagai wartawan dakwah.

"Hani , di luar masih hujan. Sebaiknya tetap di rumah saja?" ibu mulai mencemaskanku.

"Tak apa bu, lagi pula di luar hujan air bukan hujan batu hehe" aku tersenyum pada ibu agar tetap mengizinkanku untuk pergi.

Karena sore ini hujan aku bersiap dengan mengenakan sweeter dan sepatu sneakers putih, bagiku sepatu itu sepatu Cinderella. Ku buka payung pink miliku yang selalu ku sebut payung Cinderella dan kemudian bergegas pergi. Aku terlalu fanatik terhadap princess Cinderella sehingga apapun yang dimiliki aku sebut Cinderella. Aku harus tetap pergi meskipun hujan, bukan seorang wartawan jika hujan saja menghentikan langkahku untuk pergi liputan. Aku langkahkan kaki mencari angkutan umum yang lewat karena perjalanan menuju masjid sangatlah jauh dan membutuhkan waktu yang cukup lama, jarak rumah dengan masjid sekitar 20 KM.

Sampailah aku di halte bus dan masih dengan di guyur hujan, aku menunggu bus datang sungguh ini sangat melelahkan. Menunggu memang tak menyenangkan, apalagi menunggu sesuatu yang tak pasti. Seperti menunggu bis selama satu jam dan entah akan datang atau tidak bus ini. Rok bagian bawah sudah basah kuyup karena hujan tak henti-hentinya sedang aku menunggu bis di bawah pohon jelas saja aku akan basah.

Aku mulai kesal dan kuputuskan aku naik angkutan umum saja, satu langkah menuju angkutan umum bus yang ku tunggu datang. Syukurlah aku segara menaiki bus itu. ku lihat jam pada tanganku dan oh tidak!. Satu jam lagi aku akan terlambat, sedangkan untuk sampai ke masjid itu butuh waktu  satu jam setengah. Aku pasrah, mungkin aku akan sedikit terlambat datang ke masjid.

Hari semakin mendekati Maghrib, namun aku masih berada di dalam bus. Hujan masih juga belum pamit tapi semangat ku hari ini untuk liputan pengajian di masjid tidak boleh luntur karena hujan. Tak lama dari itu adzan maghrib pun berkumandang. Masjid At-Tarbiyatul Islamiyyah sudah terlihat dan aku bersiap untuk turun dari bus.

Aku berlari menuju ke Masjid At-Tarbiyatul islamiyyah dan masih ditemani hujan. Ternyata benar saja aku terlambat, acara pengajian sudah di mulai. Tapi nampaknya jamaah tidak banyak yang hadir. Mereka dapat di hitung oleh jari, sedikit sekali yang datang. Ku tutup payungku dan kuletakan di samping sepatu cindrella miliku. Tidak berpikir panjang Aku langsung masuk ke dalam masjid kemudian duduk untuk mengikuti acara kajian.

Sosok bapak tua yang selalu semangat dalam mengisi pengajian, kali ini ia terlihat layu. Pada wajahnya tampak bahwa ia merasa kecewa. Apa mungkin kekecewaan itu berasal dari jamaah yang sedikit. Jamaah yang hanya dihadiri tiga bapak-bapak, lima ibu-ibu, dua pemuda dan satu anak perempuan.

"Neng, dari mana?" kata salah seorang ibu. Aku melirik ke arahnya dan tersenyum.

"Saya dari kabupaten bu, ikut pengajian di sini mau liputan kegiatan" jawab ku pada ibu tadi.

"Oh jauh ya neng? Emangnya di sana ga ada pengajian?" kata ibu tadi terus bertanya.

"Ada bu, hanya saja saya ingin meliput kegiatan pengajian di kota" tambahku.

"oh, gitu yah neng" kata ibu tadi kemudian kembali memperhatikan Bapa Djuanda yang sedang memberikan penjelasan mengenai Al-Quran. Kemudian aku mengangguk dan terseyum.

Sinar matahari yang begitu terik tidak menyurutkan langkahku untuk mengikuti pengajian rutin di masjid jami' At-Taufiq. Sebenarnya badanku begitu letih untuk melangkahkan kaki, dikarenakan kegiatan di kampus yang begitu menguras tenaga dan fikiranku. Tapi demi ibadah pada sang Ilahi, akan ku tunaikan walau letih ini tak terbendung lagi.

Sungguh indah dipandang mata, saat aku melihat ruang yang tidak megah tapi menawan. Masjid yang nyaman didalam seterik apapun matahari diluar. Masjid yang selalu ramai oleh jama'ah yang siap mendengarkan ceramah dari sang guru. Akupun duduk di antara para jama'ah, menikmati suasana yang khidmat ini. Suasana yang membuatku semakin jatuh cinta dengan masjid ini.

Rasa letih pun hilang, tergantikan oleh semangat yang menggebu untuk mendengarkan siraman rohani yang menyejukkan hati. Rasanya, tak pernah terasa sepi. Jama'ahnya pun cukup stabil, mayoritas memang ibu-ibu.

Acara ceramah pun di tutup dengan bersama-sama mengucapkan hamdalah. Memang tidak terlalu lama ceramahnya, hanya 2 setengah jam.  Itupun dipotong dengan pembukaan dan shalawat. Walau bagaimana pun bersholawat adalah bagian dari proses yang sangat penting dalam acara pengajian. Saat tiba waktu shalat ashar para jama'ah dengan tertib berwudhu dan melaksanakan shalat ashar berjama'ah. Tak kalah heboh suara anak-anak yang sedang bersekolah diniyah ikut meramaikan masjid. Mereka sangat bersemangat melafalkan doa setelah selesai adzan.  Begitulah seterusnya kegiatanku saat mengikuti pengajian.

Sungguh tak pernah terasa sepi, ramai , dan sangat menyejukkan hati. Senang sekali rasanya bisa menjadi bagian dari jama'ah masjid. Selain mendapatkan pencerahan hati dan ilmu pengetahuan, aku juga mendapat teman baru. Karena disamping masjid terdapat pondok pesantren putra dan putri. Untuk asrama putra memang terletak percis disamping masjid tapi untuk asrama putri letaknya agak jauh dari masjid sekitar 10 meter, asrama putrid terletak di belakang kediaman bapak ketua DKM. Para santri di Miftahut Taufiq tidak hanya dari kalangan mahasiswa sama seperti ku, tapi ada juga yang masih bersekolah dan sudah lulus kuliah.

Oh iya, sebagian dari masjid di gunakan untuk anak-anak sekitar bersekolah diniyah. Jadi jangan heran kalau suasana ramai sangat kental disini. Selain ceramah, pengajian ini diisi dengan pengajian Al-Qur'an Tajwid dan pengajian kitab. Jadi lengkap sudah rasanya ilmu yang ku dapat. Pengisi ceramah di masjid jami' At-Taufiq ini juga di datangkan dari luar kecamatan cibiru loh, jadi bukan hanya dari kalangan warga setempat saja. Dan setiap akhir pengajian para jama'ah kompak mengumpulkan kencleng untuk keberlangsungan sarana dan prasarana jama'ah masjid.

Sedikit informasi, masjid ini berada di Jln. Mekarsari ,1 Rt 02 Rw 09, kelurahan Pasir Biru, kecamatan Cibiru, kota Bandung. Letaknya memang di tengah- tengah pemukiman warga., memang agak susah di cari. Tapi, jangan khawatir karena terdapat plang besar di gang jalan menuju masjid. Ketua DKMnya bernama KH. Aceng Saefudin, umur bapak ketua DKM memang sudah cukup tua. Tapi jangan salah, walaupun sudah tidak muda lagi, bapak ketua DKM masih aktif memberikan ceramah atau terlibat dalam kegiatan masjid atau pondok pesantren Miftahut Taufiq. Tapi terkadang saat penyakit masa tua tak bisa di hindari, urusan masjid dan kegiatan pondok pesantren di serahkan kepada anak dan menantu beliau.

"Ya, namanya juga sudah tua neng, kalau sudah kumat gak bisa di paksain lagi", aku pun hanya tersenyum mendengarnya. Oh iya, rumah bapak ketua DKM berada tepat di depan masjid. Jadi, kalau di ibaratkan hanya satu langkah saja untuk mencapai masjid.

"Dulu saya sengaja ngebangun rumah di dekat masjid, biar rajin ke masjidnya. Terus kalau gak ke masjid malu sama tetangga, yang jauh aja sholat di masjid masa yang dekat nggak?" lagi-lagi aku di buat tertawa oleh pak DKM. "bener juga ya pak? Bisa jadi tabungan amal ibadah juga di akhirat nanti". Kalau di fikir-fikir sih memang sangat beruntung sekali kalau rumah kita berada di dekat masjid, selain akan sering terlibat di kegiatan yang di adakan di masjid. Karena, masjid ini berada di tengah-tengah komplek mekarsari jadi tak banyak di singgahi oleh para pejalan kaki atau pengendara yang lewat di jalan manisi cibiru, hanya ramai oleh warga sekitar sekitar dan anak-anak yang bersekolah diniyah saja.

"Inikan fasilitas warga, ya harus di bangun di tengah-tengah komplek biar kejangkau sama seluruh warga yang ada disini, anak-anak jugakan aman kalau mau pada sekolah diniyah, gak harus ngelewatin jalan raya. Namanya anak-anakkan  suka lari-larian, kalau masjidnya di pinggir jalankan bahaya  takut gak ada yang ngawasinkan bisa terjadi apa-apa". Aku hanya mengangguk mendengar penuturan pak DKM. Ada benarnya juga.

Oh iya, ada ada penceramah yang paling di senangi oleh para jama'ah, istilahnya sih terfavorite. Karena, dalam penyampaian ceramah beliau sangat lantang dan bersemangat, namanya ibu Komaniyah, usianya 62 tahun. Pelafalan kata saat berbicara memang sudah tidak jelas, dikarenakan factor umur, gigi beliau sudah pada ompong. Menariknya walaupun sudah lanjut usia, beliau tetap aktif jadi penyalur da'i di kecamatan cibiru dan panyileukan. Beliau ini sangat terkenal dikawasan cibiru dan panyileukan karena dulunya juga beliau aktif menjadi ibu pkk di kecamatan cibiru. Kadang para jama'ah yang mengantuk jadi segar kembali mendengar suara lantang ibu Komaniyah., dan juga kadang terselip guyonan agar para jama'ah tidak jenuh dengan isi ceramah yang beliau berikan.

Saat aku mengikuti pengajian kembali, aku merasa diperhatikan oleh ibu-ibu yang berada di sampingku. "Neng baru liat lagi, kemana aja?" "Ini bu baru kosong lagi waktunya, soalnya kan sekarang lagi ujian akhir semester jadi waktunya kepake sama tugas kuliah". Aku terseyum malu. "Neng teh keponakannya bu dosen kan yah?" "iya bu, keponakannya pak dosennya bukan ibunya, tapi sama aja sih manggilnya uwa hehe" "oh gitu, kirain ibu keponakannya bu dosen soalnya kaya akrab banget" "ah biasa aja bu, mungkin karena sama-sama perempuan jadi keliatan lebih akrab aja hehe".

"Berarti bukan asli Bandung dong ya neng?" "iya bu bukan, saya asli dari Banten, cuma sebagian keluarga aja yang tinggal di Bandung, soalnya dulu nenek saya asalnya dari Bandung". "Jarang pulang dong yah si eneng?" "iya bu, paling kalau libur semester aja, soalnya cape jalannya suka macet". "Sing betah atuh ya neng disininya" "hehe iya bu betah ko, banyak temen sama banyak jajanan hehe".

Senangnya bisa mengikuti rangkaian pengajian di masjid At-Taufiq. Selain para penceramah yang asyik, para jama'ahnya juga baik-baik walaupun berbeda usia yang cukup jauh, para ibu-ibu tidak membedakan kami para remaja yang mengikuti pengajia. Semua sama dalam mencari ilmu. Walaupun aku disini sebagai anak rantau yang jauh dari orangtua. Tapi aku merasa tidak sendiri, karena tak cuma memiliki teman-teman di kampus, tapi di masjid ini aku mendapatkan banyak teman dan ilmu. Sangat menarik sekali, membuatku tak pernah merasa sepi.


Hanifah Fajriani KPI 3/B

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023