Flaneur dan Pelacur



Oleh M. Ridwan Kamil
Walikota Bandung

Di satu hari Senin yang sejuk di Jalan Jawa Bandung, sepeda saya dipepet oleh pemotor. Dengan tergopoh-gopoh, seorang ibu, tipe ibu yang hobi menyalakan lampu sein ke kanan tapi beloknya ke kiri, membuka helmnya dan menyapa, “Pak Wali, mohon maaf saya kejar bapak, saya ingin menyampaikan pesan. Saya hanya mau ucapkan terima kasih atas banyaknya taman baru. Anak-anak saya sekarang senangnya ke taman bukan ke Mal.  Mereka bahagia dan kami bisa berhemat biaya. Itu saja Pak Wali. Hatur Nuhun”.

Itulah satu fragmen cerita dari ribuan cerita rutin harian, jika saya sedang dinas dengan bersepeda. Ada yang meminta saya berhenti untuk selfie. Ada yang meminta berhenti menawari produk. Sampai pernah diberhentikan oleh loper koran, agar saya mau menolong dia yang kesulitan biaya untuk anaknya yang sedang bersekolah di universtas swasta di Bandung. Macam-macam cerita dan rupa.

Saya bersepeda hampir tiap hari. Dari rumah dinas ke balai kota. Juga bersepeda dari satu acara ke acara lainnya jika jaraknya tidak terlalu jauh. Jika situasi tidak memungkinkan, baru saya ganti dengan mobil dinas.  Saya kadang bersepeda dengan baju safari. Kadang bersepeda dengan baju sporty. Kadang bersepeda dengan jas lengkap berdasi. Tergantung situasi. Udara Bandung yang relatif sejuk menjadikan cara berpakaian pun tidak menjadi terlalu masalah.

***

Saya punya 5 alasan, mengapa saya perlu bersepeda sebagai Walikota di Bandung. Pertama agar saya bisa selalu sehat dan bugar. Kedua saya sering melihat masalah langsung dengan mata kepala sendiri. Ketiga saya bisa berhenti dana menyapa warga yang terlewati. Keempat saya sering mendapat ide-ide solusi saat angin semilir mengiringi kejernihan pikir. Kelima saya harus konsisten menjadi contoh program bike to work kepada warga. Saya harus ‘walk the talk’.

Karena susah mencari waktu khusus untuk berolahraga, maka dengan bersepeda saya memaksakan diri untuk rutin menarik otot sana-sini untuk menyehatkan jantung. Dan entah kenapa setiap habis bersepeda, mood saya biasanya selalu segar walaupun sedang dihimpit oleh problematika yang ruwet.

Dengan bersepeda, saya bisa menyelinap menyelidiki hadirnya pelacur malam yang menjajakan diri di pinggir jalan. Sempat juga menangkap preman jalanan beberapa kali bersama ajudan. Dengan bersepeda saya bisa tahu proyek trotoar yang asal-asalan, sampai akhirnya kontraktornya kami berhentikan. Dengan bersepeda saya tahu dimana tumpukan sampah-sampah jalanan yang coba disembunyikan.

Dengan bersepeda juga saya lebih berempati dengan ekonomi jalanan. Sering berhenti sesaat hanya untuk menyapa warga di jalanan. Menepuk pundak pemotor yang melewati garis zebra cross. Berdebat dengan preman omprengan yang tidak kapok-kapok melanggar aturan. Terkadang berbelok untuk istirahat minum di kios warung atau café yang terlewati.

Dan yang menarik, entah kenapa, ide-ide solutif sering hadir saat bersepeda ditemani semilir sejuknya angin. Ide program padat karya memperkerjakan 3000-an petugas gorong-gorong dan penyiram tanaman, lahir karena melihat banyaknya saluran yang mampet dan keringnya tanaman di jalanan. Gagasan memasang stiker susah copot untuk mobil yang parkir di trotoar juga lahir saat sedang bersepeda. Juga ide hadirnya pasukan rompi merah untuk berjaga di perempatan jalan menertibkan gelandang dan pengemis.

***

Tanpa sadar saya teringat mata kuliah Urban Philosophy saat sekolah dulu.  Konsep manusia metropolis ala Simmel menyatakan bahwa modernitas bisa diselami jika kita mencemplungkan diri kedalam realita jalanan. Blusukan istilah pak Jokowi atau Urban Flaneur istilah penulis Perancis Baudlaire. Bedanya sosok Flaneur yang juga dikupas penulis filsafat Jerman, Walter Benjamin adalah untuk manusia urban yang punya waktu luang jalan-jalan atau ‘strolling’.  Dalam jalan-jalan itu, si Flaneur mengobservasi, mencatat, merenung dan untuk situasi saya, flaneur di diri saya, acap menemukan solusi-solusi praktis tidak terduga.

Akhirnya harus saya syukuri, tanpa saya bersepeda, tidaklah mungkin saya bisa memahami mentalitas manusia metropolitan dan kompleksitas urban dalam keseharian kota Bandung. Dalam rutinitas bersepeda ini, saya juga tidak bisa dibohongi oleh anak buah yang bertipe ‘asal bapak senang’, karena mereka tahu saya banyak di jalan memotret problem lapangan.

Namun di sisi lain, selain solusi praktis lapangan, membangun kota dan Indonesia juga butuh gagasan besar. Gagasan fundamental. Disinilah sering saya menyelinap ke dalam heningnya malam. Pergi ke gunung untuk merenung. Banyak gagasan besar hadir dengan cara ini. Konsep ‘solitude’ ini mempraktekkan pemikiran Nietzsche dalam karyanya “Thus Spoke Zarathustra”. Dimana mencari supremasi dan konsep nilai hanya didapat dengan menjauhkan diri dari hingar bingar modernitas kota.  Konsep besar lahir dari kejernihan pikir.

Banyak hal lahir dari cara ini. Konsep kolaborasi dimana ada 8 kelompok ‘civil society’ dibentuk untuk menjadi penasehat dan kontrol walikota. Konsep merevolusi birokrasi dengan digital dan smartcity. Gagasan 100 juta/RW untuk pemerataan pembangunan dan konsep membangun infrastruktur kota oleh dana swasta juga lahir dalam perenungan kesendirian ini.

***

Saya akhirnya menyadari, profesi Walikota adalah leader sekaligus manager. Walikota adalah pemimpin pragmatis. Kadang keputusannya harus melawan populisme jika terpaksa. Sebagai Walikota, sesekali harus berada di langitan membangun gagasan besar ala Nietzsche. Sesekali harus membumi berkotor-kotor pada realita jalanan ala Benjamin.

Di hembusan angin jalanan itu lahir ragam solusi dan empati untuk kota Bandung. Dan bukan tidak mungkin, dari ide-ide jalanan akan lahir gagasan-gagasan besar untuk Indonesia yang lebih hebat. Dengan bersepeda saya menemukan banyak jawaban. Bersepeda adalah kebutuhan. Mari bersepeda dan jangan pake tapi.

Sumber : http://regional.kompas.com/read/2016/03/27/18333311/.Flaneur.dan.Pelacur

Call for Papers: International Conference on Cross Cultural Understanding of Well-being


Yogyakarta State University
11 – 12 May  2016
Main Convention Room of Rectorat building, YSU

BACKGROUND

Recent years have seen the rise on issues of well-being. Both academics and policy makers intend to investigate the topic for several reasons. First, well-being is seen as one of the most important goals in human life. Second, different cultures may have different perspectives in viewing well-being. It is inline with what Diener's arguments (Diener, 2009). He argued that one central issue in examining well-being is cultural differences. The several questions need to be addressed including: To what extent do cultures have an effect on well-being? Do people in different cultures have different conceptions of well-being? Are the determinants of well-being similar or distinct in different cultures? To address this important issue on well-being, it is important to study and examine wellbeing cross culturally as well-being tends to be different among cultures across the globe. Therefore, we hold a conference on cross cultural perspectives on well-being. This Conference will cover issues on cross-cultural issues on wellbeing. It dedicates to creating a stage for exchanging the latest research results and sharing the advanced research methods.


CONFERENCE OBJECTIVES
This conference aims to:
  • understand cross cultural perspectives on well-being
  • understand the most recent research on well-being from cross cultural perspectives

Important Dates

Deadline of abstract submission
31 March 2016
 
Acceptance Notification
10 April  2016
 
Conference Date
11-12 May 2016


 International Conference on Cross Cultural Understanding of Well-being
More Information : http://seminar.uny.ac.id/intersemwellbeing/?q=welcome-website
Organized by:
Faculty of Social Sciences
Yogyakarta State University

Islamic Scholarship Fund




We are accepting applications for the 2016 academic year. Extended Deadline April 4, 2016

Minimum requirements to apply for a scholarship:
Muslim or active member of the Muslim community;
Enrollment at an accredited university in the U.S. by August 2016;
Majoring in an ISF supported major;
Maintaining a minimum 3.0 Grade Point Average;
A Citizen or Permanent Resident of the U.S.;
An undergraduate (sophomore/junior/senior) or of graduate standing (includes PhD) by August 2016.

TO STAY FOCUSED ON OUR MISSION, WE DO NOT SUPPORT HEALTH, ECONOMICS, ENVIRONMENT, AGRICULTURE,  FOOD, PSYCHOLOGY, ENGINEERING, EDUCATION  OR BUSINESS RELATED MAJORS. FOR EXAMPLE, WE DON’T SUPPORT PUBLIC POLICY WITH A FOCUS ON HEALTH OR LAW WITH A FOCUS ON BUSINESS.
How to apply:
1. Access the online application here.
2. Fill out the online application and submit all supporting documents before the deadline.
The application includes:
  • Application Form
  • Resume
  • Video Introduction
  • Essay questions
  • College transcripts
  • Two letters of recommendation by a professor, mentor, religious leader or employer
  • Work samples

What are ISF’s Goals?
1. Increase number of Muslim students graduating in ISF supported fields of study.
2. Increase number of Muslims obtaining jobs in public policy and public opinion shaping professions.
How many scholarships will ISF award in 2016 and what are the amounts?
For the last 7 years, ISF has awarded 160 students nearly half a million dollars. in 2015, we awarded $140,500 in scholarships and film grants. Our goal is to award 40-50 scholarships in 2015 ranging from $2,000-$5000.
What is the scholarship program timeline?
ISF accepts applications in November for a period of 5 months. The deadline to submit a complete application is March 21st. The Selection Committee will review applications from April-May.
All applicants will be notified of the results by the second week of June and finalist will be scheduled for remote interviews. Interviews will be held in June.
The final announcement will be made in early July and award checks will be sent out shortly after that.

More Info : http://islamicscholarshipfund.org/apply/

Beasiswa Habibie untuk SMA dan S1 Tahun 2016


Beasiswa Habibie bernama ANBIM atau Anak Bimbing ini sudah sangat terkenal dan sudah mempunyai alumni sekitar 28.614 lulusan SMA dan Sarjana. Dana yang disediakan sangat spektakuler mencapai Rp. 24,7 Miliar belum disalurkan dan yang sudah disalurkan sebesar Rp. 22,5 Miliar. Sangat fantastik bukan? anda tertarik? kalau iya, berarti anda normal. hehe
Sedikit Sejarah singkat yang dikutip langsung dari website http://www.orbitainunhabibie.or.id/, tidak boleh kita hanya mengincar beasiswanya saja, namun kita harus tau awal mula nya, ini buat wawasan anda sebelum mendaftar:
Ide beasiswa Orbit terinspirasi oleh kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa Indonesia di Delft, Belanda, yang menyisihkan 2,5% dari beasiswa mereka untuk membantu rekan-rekan mereka di tanah air yang hampir putus kuliah karena kekurangan dana. 

Awalnya, aktivitas beasiswa YAAB-ORBIT dilakukan oleh sekelompok orang secara informal yang dimulai pada tahun 1992. Pada tahun 1995, organisasi ini diformalkan dengan   mendirikan   sebuah  yayasan  yang  dinamakan  Yayasan Amal Abadi Beasiswa ORBIT oleh pendirinya, yaitu BJ Habibie, Hasri Ainun Habibie, Etty Mar’ie Muhammad, Wardiman Djojonegoro, Atie Wardiman, Arief Rahman, MS Ralie Siregar, Marwah Daud Ibrahim, Alita Marsanti Iesye S. Latief, Tarmizi Thaher, A. Watik Pratiknya, Herna P. Danuningrat, Farida Abbas, Faika Suyudi, Dit Haryanto Danutirto,  Marisa Haque Fauzi, dan Neno Warisman. 

Karena adanya perubahan ketentuan perundang-undangan mengenai yayasan, maka pada tahun 2011, didirikanlah Yayasan Amal Abadi Beasiswa ORBIT Hasri Ainun Habibie (Yayasan AAB ORBIT Hasri Ainun Habibie), sebagai sebuah penghargaan dan upaya melanjutkan cita-cita almarhumah.
.................................................................................................................................................................
#Baiklah sekarang kita menuju ke informasi beasiswanya ya:

Beasiswa Reguler
Penerima beasiswa Reguler adalah siswa yang duduk di kelas 1 hingga kelas 3 SMA atau duduk di bangku Perguruan Tinggi mulai Semester 1 hingga maksimal semester 8. Bantuan yang diterima oleh ANBIM penerima beasiswa regular peruntukannya diserahkan kepada masing-masing ANBIM, sesuai dengan keperluan mereka yang dirasa paling mendesak, seperti untuk biaya transportasi, biaya kos, membeli buku, makanan ekstra untuk menambah gizi, les tambahan, kursus dan lain-lain.
Kriteria dan persyaratan Beasiswa Reguler untuk jenjang SMA adalah sebagai berikut :
Kriteria dan persyaratan Beasiswa Reguler untuk jenjang Pergurauan Tinggi adalah sebagai berikut :


Beasiswa Unggulan
Beasiswa Unggulan diperuntukkan bagi siswa yang berhasil diterima di SMAN Unggulan dan mahasiswa yang diterima di PTN unggulan melalui jalur undangan, dengan bantuan penuh dan berkesinambungan, sejak masuk hingga lulus SMA/S1. Oleh karena itu, Beasiswa Unggulan hanya diperuntukkan bagi siswa yang baru diterima di SMAN atau PTN.
Untuk info lengkap atau pendaftaran langsung, bisa dicek di http://www.orbitainunhabibie.or.id/program-beasiswa/

UIN Bandung Gelar Pelatihan Kewirausahaan Mahasiswa




DakwahPos.com,-Untuk kesekian kalinya UIN Sunan Gunung Djati Bandung menyelenggarakan Pelatihan Kewirausahaan Mahasiswa yang bertempat di La Oma Hotel Lembang, yang berlangsung selama dua hari mulai dari tanggal 21-22 maret 2016 dengan mengambil tema “Membangun Jiwa Kewirausahaan yang Kreatif dan Inovatif Menuju Pemenangan MEA”.

Agenda rutin yang dilaksanakan setahun sekali ini diikuti oleh 82 peserta yang merupakan  Mahasiswa dan Mahasiswi perwakilan dari UKM, UKK, BEM J, HMJ, SENAT serta DEMA F, kegiatan ini dibuka langsung secara resmi oleh Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Mahmud Efendi. Dalam sambutannya Mahmud meminta kepada seluruh peserta agar jangan menjadi Mahasiswa biasa saja tetapi jadilah mahasiswa yang luar biasa, karena persoalan yang dihadapai di era ini adalah kurangnya kemampuan menguasai bahasa dan IT.

Kegiatan ini diisi oleh pemateri-pemateri handal yang berasal Pengusaha-pengusaha sukses serta Dosen UIN yang sukses bergelut di dunia bisnis, diharapkan dengan kegiatan ini Mahasiswa-Mahasiswi UIN dapat terstimulus untuk mulai menggeluti dunia bisnis dan menjadi wirausahawan muda sehingga lulusan UIN nantinya tidak hanya berharap menjadi PNS ataupun karyawan saja namun dapat menciptakan lapangan kerja sendiri, dengan begitu lulusan UIN  siap bersaing menghadapai ketatnya Era Mea. (Red : Bambang Fathur)
© Vokaloka 2023