Surat Terbuka Syekh Ali Jaber

Oleh : Uwes Fatoni

Syekh Ali Jaber, siapa yang tidak mengenal ulama asal Madinah ini? Nama aslinya Ali Shaleh Muhammad Ali Jaber. Guru tahfidz di Masjid Nabawi ini sering terlihat di acara-acara televisi tanah air terutama program Hafiz Indonesia RCTI sebagai salah seorang juri dan juga beberapa televisi lain sebagai penceramah keagamaan. Syekh yang memiliki sebuah masjid besar di Madinah ini dikenal sangat luas ilmu agamanya.  Sejak kecil ia telah dididik secara formal di lembaga pendidikan agama.

Awal kiprah Syekh kelahiran 1976 ini dalam kegiatan dakwah di Indonesia cukup unik. Sebagaimana dikutip dari muslimmedianews.com Syekh Ali Jaber tahun 2008 menikahi dengan Umi Nadia, seorang gadis Lombok yang lama tinggal di Madinah, Tahun itu ia berkunjung ke Jakarta dan mengikuti shalat berjamaah di Masjid Sunda Kelapa. Salah seorang pengurus masjid memintanya untuk menjadi imam. Kemampuannya membaca Al-Quran dengan indah dan hafalannya yang sangat bagus menjadikannya dipercaya untuk menjadi imam shalat taraweh di masjid tersebut. Mendapat kepercayaan tersebut syekh yang telah hafidz 30 Juz Al-Quran ini pun mulai belajar bahasa Indonesia. Ia mahir menyampaikan dakwah secara lancar dalam bahasa Indonesia dan menarik perhatian umat Islam tanah air.

Namun, setiap usaha baik tentu tidak pernah lepas dari kelemahan. Beberapa kelompok masyarakat mengkritiknya bahkan memberikan tuduhan tanpa dasar kepada beliau, seperti menjadi agen penyebar Wahabi di Indonesia, ulama anti maulid, anti tawassul, dan lain-lain. Beberapa ceramahnya yang disampaikan di media televisi maupun rekaman pengajian di beberapa daerah  yang diunggah di website memancing perdebatan.

Merespon beragam pandangan atas kiprah dakwahnya tersebut, Syekh masjid Madinah ini membuat klarifikasi dengan menulis surat terbuka di media sosial. Saya mendapatkan surat terbuka ini dari akun Ustad Fahmi Salim, Wasekjen MIMUI sekaligus ustad yang aktif berdakwah di televisi dan media sosial.

Di awal suratnya Syekh Ali Jaber menyampaikan permohonan maaf atas keterbatasan dan kelemahannya dalam mengemas pesan dakwah di Indonesia. Sikap rendah hati ini memperlihatkan cerminan keagungan dirinya untuk secara terbuka memohon maaf kepada masyarakat sekalipun bisa jadi beliau tidak bersalah.

Beliau kemudian mengucapkan rasa terima kasih atas berbagai kritikan, nasehat dan masukan untuk kegiatan dakwah yang ia sampaikan terutama yang dianggap kontroversial. Ada tiga poin yang ia berikan penjelasan terkait dengan tuduhan yang dialamatkan beberapa kalangan kepadanya, yaitu :

Pertama, Tuduhan anti tawassul. Tuduhan ini muncul setelah ia menyampaikan ceramah di TV One, tanggal 19 Juni 2015 berjudul Antara Puasa dan Tauhid. Salah satu kalimat dalam dakwahnya di media tersebut yang dianggap kontroversil adalah "doa tercampur syirik". Menurutnya ia tidak bermaksud menyatakan tawassul sebagai bentuk kemusyrikan. Ia hanya mengajak masyarakat untuk meyakini doanya akan dikabulkan oleh Allah baik sendiri maupun berjamaah. Dalam berdoa juga jangan tercampur dengan keyakinan selain kepada Allah. Jadi menurutnya ia tidak anti tawassul.

Kedua, Larangan berlebihan dalam berkurban. Video rekaman ceramahnya yang diunggah di salingsapa.com memunculkan perdebatan karena jawabannya terhadap pertanyaan jamaah tentang berkurban.  ia menyampaikan jawaban bahwa berkurban lebih dari satu ekor sapi atau kambing itu terlarang. Menurutnya menjawab yang ia sampaikan bisa saja berbeda dengan ulama yang lain. Fatwa setiap ulama bisa berbeda terutama dalam wilayah ikhtilaf. Jadi ia menyarankan kepada masyarakat dalam setiap ceramahnya bila ingin bertanya masalah agama tanyalah Ulama yang berada di daerahnya seperti MUI. Ia sendiri menghormati setiap perbedaan pendapat dalam masalah agama.

Ketiga, Tuduhan menjadi agen Wahabi. Dalam surat terbukanya Syekh Ali Jaber menyebutkan bahwa ia dituduh membawa faham/aliran tertentu. Karena ia berasal dari Madinah, bisa difahami bila ada tuduhan bahwa ia menjadi agen penyebar faham Wahabi di Indonesia melalui media massa. Kekhawatiran tentang penyebaran aliran dari Arab Saudi ini beberapa tahun terakhir memang banyak muncul di Indonesia, apalagi seringkali faham-faham yang berasal dari Timur Tengah itu dianggap menjadi biang perpecahan umat di tanah air. Selain itu banyak yang melihat konflik di Timur Tengah yang disebabkan oleh perbedaan faham/aliran seolah akan disebarkan ke negara-negara dimana umat Islam berada. Tuduhan tersebut ditampik Syekh Ali Jaber. Syekh menyatakan bahwa ia sangat menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan umat. Ia banyak bersilaturahmi dengan para ulama nusantara, meminta saran dan nasehat mereka sekaligus menghormati dan menghargai perjuangan mereka dalam menegakkan agama Islam. Sebaliknya, ia sering mendengar bahwa kelompok dari faham/aliran yang dituduhkan kepada dirinya justru antipati kepadanya karena sikapnya tersebut.

Demikian tiga klarifikasi yang disampaikan oleh Syekh Ali Jaber. Kita bisa melihat dalam setiap usaha dakwah respon positif atau juga negatif pasti akan muncul. Namun, seyogyanya perbedaan pendapat tidak perlu diperbesar apalagi dijadikan amunisi untuk memberikan tuduhan tanpa dasar.

Di tengah perjuangan umat untuk terus menegakkan agama Islam di tanah air perlu kesadaran dari  setiap pejuang dakwah untuk saling membantu, bahu membahu, dan berlomba-lomba melakukan kebaikan. Tentu kritikan, saran dan masukan perlu diterima dengan lapang dada untuk dijadikan pertimbangan dalam melakukan dakwah yang lebih baik.

Saya melihat Syekh Ali Jaber telah membuktikan bahwa sekalipun dirinya ulama kelahiran Madinah, namun sikapnya sebagaimana tercermin dalam surat terbuka di atas sudah mencerminkan dirinya sebagai ulama nusantara. Ulama yang terus berupaya menyebarkan Islam dengan damai, seraya mendalami sikap, karakter dan kebiasaan umat Islam di tanah air.

Catatan Awal September Ceria
Cijambe Ujung Berung Bandung

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023